Budaya Baduy Dalam: Sebuah Kapsul Waktu di Tengah Modernitas

Wisata Budaya Suku Baduy Dalam

Pernahkah kamu membayangkan hidup tanpa listrik, tanpa gawai, bahkan tanpa alas kaki di tengah-tengah modernitas saat ini? Di pedalaman Banten, ada sebuah komunitas yang memilih hidup seperti itu. Suku Baduy, dengan segala keunikannya, mengajak kita untuk merenung tentang makna kehidupan yang sebenarnya.

Wisata budaya menjadi salah satu yang sangat menarik buat aku. Kali ini bisa ikut wisata budaya suku Baduy karena lokasinya masih dekat dengan Jakarta jadi bisa eksplore dengan dua hari saja. 

Awalnya sering melihat warga Baduy yang berjalan kaki di Jakarta dengan pakaian adat khasnya dan membawa madu. Dari situlah aku mulai tertarik untuk mengenal lebih jauh seperti apa kehidupan suku Baduy dan budaya yang mereka pertahankan.

Banten merupakan kota yang sudah dekat dengan Jakarta, di mana budaya modern mulai mempengaruhi wilayah sekitarnya, namun warga Baduy tetap mempertahankan budaya adat mereka meskipun budaya modern kerap kali mereka lihat. 

Hebat banget bukan? Bahkan Kampung Baduy atau Kanekes menjadi satu-satunya suku di Banten yang masih mempertahankan hukum adatnya. Bayangkan ya dengan gempuran teknologi dan modernisasi, Baduy masih bisa bertahan dengan budaya adatnya. Hal inilah yang menjadi sangat langka.

Makin tertariklah aku untuk mengenal budaya Baduy. Akhirnya, aku mengambil paket tour wisata budaya suku Baduy bersama @Wisuba_. Lalu seperti apa wisata yang aku lakukan selama di Baduy? 

Tracking 

Baduy merupakan kampung yang berada di Lebak, Banten dan untuk mencapai ke sana masih harus melewati Baduy luar. Kami tracking kurang lebih satu jam untuk sampai ke Baduy Dalam. 

Selama melakukan perjalanan di Baduy luar, kami melihat rumah-rumah warga Baduy dan lumbung padi milik mereka. Ketika di Baduy luar kami masih bisa foto karena Baduy luar masih bisa menerima budaya dari luar dan masih ada listrik, jadi masih bisa mendokumentasikan kegiatannya.

Kami mulai tracking dari Pos 1 pukul 14:30. Baru jalan sekitar 30 menitan hujan pun turun. Huaaa.., buru-buru kita semua mengenakan jas hujan. Perjalanan yang diprediksi 1 jam kita harus menempuh menjadi 2,5 jam karena hujan. 

Kita harus jalan lebih lambat dan hati-hati karena trayek semakin licin dan momen gedebag-gedebug tidak hanya terjadi satu kali, tetapi beberapa kali. Jadilah perjalanan kami menjadi My Trip, My Gedebag-gedebug

Baca juga: Pengalaman Pertama Tektok Pendakian Gunung Prau Via Patak Banteng

Makrab

Malam itu, kami berkumpul di rumah panggung sederhana milik Ayah Anita. yaitu warga Baduy Dalam yang rumahnya kami tumpangi untuk menginap. Lampu minyak menyala redup, menerangi wajah-wajah grup tour kami yang masih semangat setelah hujan-hujanan menuju Baduy Dalam. 

Suasana begitu hangat saat kami bertukar cerita. Ayah Anita, dengan suara lembutnya, menceritakan kisah-kisah tentang leluhurnya, tentang nilai-nilai yang mereka junjung tinggi. Aku terkesima mendengar bagaimana mereka memandang alam sebagai ‘ibu’ yang memberikan segalanya.

Warga Baduy Dalam ternyata boleh keluar hingga ke Jakarta tetapi harus tetap mempertahankan budaya adatnya. Mereka dilarang mengendarai kendaraan, tidak menggunakan alas kaki, tidak menggunakan teknologi maupun listrik. 

Itu mengapa kita sering melihat orang Baduy jalan kaki tanpa alas kaki karena itu memang budaya adat mereka. 

Berladang merupakan kegiatan mereka setiap harinya, bahkan sudah menjadi kewajiban karena memegang prinsip dekat dengan alam dan gotong royong. Mereka sangat menjaga alam karena akan bermanfaat pula bagi mereka. 

Pimpinan mereka disebut Pu’un sebagai kepala adat. Pu’un tidak bisa bertemu dengan orang sembarangan. Memiliki orang utusan yang tugasnya menyampaikan pesan dari warga Baduy kepada Pu’un.   

Melihat Kehidupan Suku Baduy Dalam

Amaze banget sih ketika keliling kampung Baduy Dalam. Adat yang mereka anut masih kental karena mungkin hukum adatnya masih kuat. Mulai dari pakaian, kegiatan, dan makanan yang mereka konsumsi semuanya kental dengan budaya. 

Kampung Baduy Dalam tidak ada listrik sehingga kegiatan di luar rumah harus selesai sebelum petang. Tidak ada toilet atau kamar mandi di setiap rumah, mereka mencuci, mandi, dan buang air besar atau kecil di sungai.

Perempuan yang sudah menikah di pagi hari ikut menutu padi untuk keperluan makan mereka. Kalau alat makan mereka sudah pakai piring dan sendok sih, tidak menggunakan daun. 

Sistem piket ronda mereka ialah siang hari karena pada malam hari semua orang ada di rumah, sedangkan siang hari masyarakat berladang. Rumah akan kosong pada siang hari, sehingga ronda mereka lakukan di siang hari.

Keunikan Suku Baduy Dalam

Ada beberapa keunikan lain yang juga aku dapat selama satu malam di Baduy Dalam, yaitu

1. Hidup Berdampingan dengan Alam

      Salah satu hal yang paling memukau adalah bagaimana suku Baduy hidup selaras dengan alam. Mereka tidak menggunakan teknologi modern, dan segala kebutuhan sehari-hari mereka penuhi dari alam sekitar.

      Tidak heran jika MCK juga masih di sungai dan tidak menggunakan sabun, shampo, dan odol yang dapat mencemari air di sungai.

      2. Pakaian Tradisional

      Pakaian adat Baduy sangat khas dan memiliki makna filosofis yang mendalam. Warna putih melambangkan kesucian, sedangkan warna hitam melambangkan kesederhanaan.

      3. Upacara Adat

      Suku Baduy memiliki berbagai macam upacara adat yang masih dilestarikan hingga kini. Upacara-upacara ini biasanya berkaitan dengan siklus hidup, pertanian, dan kepercayaan mereka. 

      Agama yang mereka anut, yaitu Sunda Wiwitan dan tetap patuh dengan hukum adat.

      Ketika di sana, aku juga mendengar suara angklung semalaman suntuk sebagai upacara meminta hujan kepada Dewi Sri, yaitu dewi padi. Saat itu memang waktu setelah panen padi dan akan mulai pada masa tanam, sehingga warga Baduy meminta hujan untuk membantu membasahkan tanah.

      4. Larangan dan Peraturan Adat

      Untuk menjaga kelestarian budaya, suku Baduy memiliki aturan adat yang sangat ketat. Beberapa hal yang dilarang, antara lain membawa barang elektronik, menggunakan kendaraan bermotor, dan membangun rumah permanen.

      Rumah di sana menggunakan kayu dan tanpa bahan besi atau batu bata. Tidak menggunakan paku, besi, semen, dan bahan bangunan lain. Hanya menggunakan kayu, bahkan kayu penyangga diikat menggunakan serat kayu. 

      Sungguh luar biasa masyarakat Suku Baduy. Bagi yang ingin memilih wisata budaya cocok memilih Baduy Dalam untuk memperdalam bagaimana uniknya Indonesia. Namun, apabila tujuannya untuk liburan, aku sarankan tidak memilih Baduy ya. 

      Di dalam Baduy kita benar-benar kembali ke alam, seperti kegiatan MCK dilakukan di sungai, tidak menggunakan bahan kimia saat mandi maupun mencuci, tidak ada listrik, dan tidur beralaskan tikar. 

      Setelah melihat bagaimana budaya adat di Baduy Dalam yang masih dipertahankan hingga saat ini menurut aku itu sangat menarik. Wisata Budaya Suku Baduy bisa menjadi salah satu rencana wisata bagi kamu yang suka dengan budaya Indonesia.

      Tinggalkan Balasan

      Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *