INILAH perjalananku selanjutnya. Cirebon menjadi pilihan traveling ketiga setelah Jogja dan Bandung. Kali ini aku bersama Nanda, teman masa kuliahku yang dulu pernah traveling ke Jogja bersamaku. Kali ini, Cirebon menjadi keputusan kami untuk menjelajah wisatanya. Cirebon memang tidak begitu sering disebut-sebut oleh anak-anak muda zaman sekarang yang gemar traveling, lebih tepatnya jalan-jalan. Ya, karena seseorang yang benar-benar menyukai traveling tidak peduli dengan spot foto di lokasi yang menjadi trendsetter, tetapi ingin mempelajari berbagai macam di kota yang dikunjungi. Mungkin kebanyakan orang—selain pecinta traveling—akan beranggapan bahwa Cirebon tidak mempunyai sesuatu yang bisa dikunjungi. Padahal, Cirebon merupakan kota yang penuh sejarah. Unsur keratonnya masih sangat kental dan arsitektur di sana sungguh masih asli. Sepanjang jalan gapuranya menggunakan arsitektur keraton dan saya mengira semua bangunan itu ialah keraton. Sampai menyebutnya Cirebon sebagai Kota Seribu Keraton.
Kereta kami berangkat dari Stasiun Pasar Senen pukul 05.25 dan kami harus berangkat pukul 04.00. Terlihat di Stasiun Pasar Senen orang-orang yang mengampar tidur di pinggiran tembok. Macam ikan asin saja. Hari biasa terlihat seperti itu apalagi hari libur dan pada masa mudik lebaran? Sepertinya stasiun besar di Jakarta itu setiap pintu masuknya mungkin tidak akan terlihat.
Kereta melaju tepat pukul 05.25 dan matahari sudah mulai tampak. Perjalanan pagi dini hari ini membuat kami berkesempatan melihat matahari terbit. Petugas meniup peluit tanda persiapan kereta akan berangkat, kemudian mengangkat lampu hijau kemudian perlahan-lahan kereta berjalan. Titik-titik hujan masih tertinggal di kaca jendela tempat aku duduk. Sepertinya Kereta Kutojaya Utara ini terkena hujan sebelum memasuki Stasiun Pasar Senen.
Kami mendapatkan kursi di gerbong pertama dan di depan kami telah duduk pasangan suami istri separuh baya yang terlihat betul bahwa mereka orang jawa. Dari bahasa yang digunakan aku mengerti obrolan mereka. Dua pasangan suami istri tersebut tidak jauh berbeda dengan kedua orangtuaku.
Pemandangan sekitar membuatku rindu pada kampung. Sepanjang jalan aku melihat sawah, mulai dari sawah siap panen, selesai panen, pembersihan lahan, hingga siap panen kembali. Rasanya seperti melihat video stop motion yang menceritakan alur pertumbuhan tanaman padi. Beberapa kali juga aku disuguhi pemandangan hamparan tambak dengan setiap petak tambaknya terdapat saung di tengah-tengah. Sungguh menjadi objek yang indah, tetapi kamera tidak sampai merekam pemandangan tersebut. Dari pinggir terdapat jembatan kayu menuju saung tersebut, sudah seperti jembatan di tempat wisata pantai. Sungguh pemandangan alam yang menunjukkan bahwa kayanya Indonesia.
Kereta kami tiba di Stasiun Cirebon Prujakan pukul 08.30. Aku mampir ke toilet kemudian menghubungi Oke Rental Motor Cirebon untuk penyewaan motor. Inilah cara kami menjelajahi Kota Cirebon. Motor dan jaringan GPS menjadi andalan kami menjelajahi objek wisata.
Cirebon, Aku berkunjung……,[]Prav